Dunia Baru




   Bulan Oktober bertepatan dengan hari ABRI lahirlah bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan. Dalam keadaan sehat, fisik lengkap dengan tangisan yang kuat. Saat itu, bayi tersebut menjadi bayi perempuan satu satunya setelah kedua kakaknya laki laki semua.

    Lahir dengan bantuan seorang dukun bayi karena saat itu belum ada puskesmas, klinik, bidan apalagi rumah sakit dengan fasilitas lengkap. Tapi Alhamdulillah meskipun dengan cara manual semua tapi bisa melahirkan dengan normal. Ibu dan bayipun sehat semua.

    Kebahagiaan yang sempurna dalam keluarga tersebut meski waktu itu semua masih serba manual. Belum ada listrik yang masuk desa di sana, maka penerangan masih menggunakan lampu petromak. Air masih menimba dan ke mana mana menggunakan sepeda atau jalan kaki.

   Jalan jalan belum ada yang di aspal, masih bebatuan terjal di mana mana. Alat komunikasi pada waktu itu masih menggunakan surat menyurat, kentongan dan sistem getok tular. Jika ada yang meninggal maka kepala dusun akan memukul kentongan sebanyak 3 kali. Wargapun langsung paham kalau ada yang meninggal dunia.

   Kurangnya fasilitas kesehatan dan minimnya pengetahuan tentang kesehatan pada saat itu menyebabkan banyaknya anak anak yang terkena penyakit kudis dan cacar. Tanpa berobat ke puskesmas bahkan ke rumah sakit, mereka mengobati sendiri dengan ilmu yang mereka dapat secara turun temurun.

    Meski dalam keadaan semua serba sederhana dan seadanya tapi bayi ini tumbuh dengan baik. Sampai saat usianya sudah cukup untuk masuk sekolah TK. Ya...Riuw-ri bersama teman teman seusianya sudah sibuk dengan kegiatan sekolah di TK. Waktu itu sekolah TK ada di kampung sebelah, sementara untuk sekolah SD ada di kampungnya sendiri.

   Tidak ada sepatu, tidak ada sandal, mereka pergi ke sekolah tanpa menggunakan alas kaki. Tanpa tas sekolah, tanpa bekal makan dan minum apalagi uang saku. Berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki dengan kondisi jalan yang naik turun karena kampung mereka berada di pegunungan.

    Di sekolah TK Bu guru akan memberikan air gula Jawa sebagai pengganti susu. Karena susu pada waktu itu harganya mahal dan yang tersediapun hanya susu kental manis saja. Tapi itu sudah cukup bagi mereka, setidaknya mereka sudah mendapatkan pengganti energi setelah berjalan jauh dari rumah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil